Monday, December 9, 2013

Miris Mayoritas Obat dan Farmasi di Indonesia Mengandung Babi

Miris Mayoritas Obat dan Farmasi di Indonesia Mengandung Babi

Mayoritas obat dan farmasi yang tersebar di Indonesia tidak halal, dari sekian banyaknya obat-obatan hanya 22obat yang halal sisanya adalah obat yang mengandung unsur babi.
Umat Islam Indonesia sudah kemasukan minyak babi yang terkandung pada mayoritas obat dan farmasi di Indonesia, karena nyatanya baru 22 produk yang bersertifikasi halal dari MUI.
"Di antara 30 ribu obat yang diproduksi sekitar 206 perusahaan di Indonesia, yang telah bersertifikat halal masih sangat sedikit. Dari kelompok obat-obatan, hanya ada lima perusahaan dengan 22 produk,” beber Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim, Sabtu (7/11).
Di kelompok jamu, ada 14 perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal dengan 100-an produk. Pada kelompok suplemen, yang telah mengantongi sertifikat halal sebanyak 13 perusahaan dengan sekitar 50 produk.
"Angka-angka tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk muslim yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa," ujar Lukman.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara mengenai pernyataan Nafsiah Mboi soal masih adanyan obat menggunakan katalisator berbahan babi. MUI menegaskan, hal itu tetap haram meski hasil akhirnya sudah tidak terdeteksi.
Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal produk Farmasi dalam Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Alasannya, hampir semua obat dan vaksin mengandung babi sehingga tidak bisa disertifikasi halal.
“Contohnya, walaupun bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katalisatornya itu mengandung unsur babi. Sehingga tidak bisa dinilai kehalalannya,” ujar Nafsiah
Sehingga Mboi menilai produk farmasi perlu dipisahkan dari makanan dan minuman dalam RUU JPH. Nafsiah juga membenarkan adanya penggunaan minyak babi pada katalisator dalam pembuatan obat
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, sesuai dengan kaidah ushuliah, sesuatu yang haram awalnya meski diproses sedemikian rupa, hasil akhirnya tetap haram. Amidhan berharap pemerintah lebih mendorong tersedianya obat halal, bukan malah menolak. Sebab, perlindungan terhadap konsumen muslim adalah hak konstitusional.
"Dalam Islam, hukum mengonsumsi obat dan vaksin sama dengan hukum mengonsumsi produk pangan, yakni harus halal,” ujar dia.
"Hal yang semacam itu di dalam paradigma fikih disebut istihalah, yaitu sesuatu yang haram setelah diproses berubah bentuk menjadi halal karena unsur haramnya tidak terdeteksi. Berdasar kaidah ushuliah di atas, MUI menolak perubahan bentuk istihalah tersebut," tutur Amidhan.
Menkes Wajib Beberkan Obat Mengandung Babi
Anwar Abbas, Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan Kemenkes harus bersikap tegas terkait dengan peredaran produk-produk farmasi yang belum memenuhi standar kehalalan.
Menurutnya, pernyataan Menkes yang meminta tidak diberlakukan sertifikasi halal untuk produk farmasi sangat mengejutkan. Apalagi, alasannya adalah hampir semua obat di Indonesia mengandung unsur bahan haram.
"Saya merasa pernyataan itu mengejutkan karena selama ini umat Islam di Indonesia telah mengonsumsi obat-obatan yang haram," tuturnya.
Dia mendesak Menkes agar membeberkan obat-obatan apa saja yang mengandung bahan-bahan haram. Anwar juga meminta seluruh elemen, termasuk pemerintah, tidak berdiam diri melihat fenomena itu terus berlarut-larut.

0 comments:

Post a Comment